Mengoceh lewat tulisan itu menyenangkan. Aku bisa membekukan setiap kenangan yg terjadi dalam hidup menjadi seramuan kata yg indah dibaca

Selasa, 12 Maret 2013

Moment

Hai, hampir sebulan tidak menjejakkan jemari disini. Maklum akhir-akhir ini saya memang sedang sibuk, ya, sibuk memerangi konflik hati yang diladeni semakin tidak tau diri..

Di postingan sebelumnya, kalian pasti tahu bahwa saya adalah orang yang paling galau kalau bicara tentang masa depan. Pun begitu sama halnya sampai hari ini, galau itu tak jua enggan pergi. How fuck myself about.

Saya menulis ini ketika sedang merasa teramat bosan, berdiam diri di sudut kamar, sesekali mengunyah cemilan coklat yang sebagian remahannya berceceran di atas meja segi empat bercat coklat tua, untungnya tidak mengundang semut untuk berkampanye ria.

Saya memang selalu juara dalam hal malas-malasan. Apalagi saat off kuliah begini, tanpa tugas, tanpa memikirkan angka-angka dan baris cuplikan bahasan pemrograman yang bikin saya hampir gila, saya cukup bahagia dengan ketidak hadiran mereka hari ini. Beautiful day.

Potongan coklat digenggamanku hampir habis, dan yang ini adalah kunyahan terakhir yang saya habiskan dengan tidak melewatkan rasa yang terkecap di lidah yang kemudian terjun tanpa hambatan ke tenggorokan. Sambil mengunyah, aku melirik benda petak putih yang sedari tadi ku abaikan karna keasikan berbagi dunia dengan coklat tadi. Si geminiku, ponsel kesayangan yang sedua tahun terakhir menemani keseharianku, si nakal yang kerap jadi pemicu saya lupa belajar, lupa waktu, lupa kalau saya punya kewajiban penting selain berkutat pada sosmed yang malah lebih ku anggap penting.

Saya pemalas, saya pemalas.. Tolong hilangkan kebiasaan tidak terpuji ini ya Allah..








Kamis, 21 Februari 2013

Akan Jadi Apa Saya Nanti?

Akan jadi apa saya nanti?
Pertanyaan yang kerap kali ku ciptakan sendiri, tapi belum bisa pasti ku jawab sendiri.

Sering kali muncul mengusik ketenangan bathinku, tanpa di undang. Akan-jadi-apa-saya-nanti? Akan jadi apa?

Kalau boleh ku minta peri baik hati mengabulkan apa yang ku inginkan, tentulah saja sederet permintaan segera ku ajukan sebagai permohonan. Ahaha tapi sayangnya, hidup bukan seperti dunia dongeng yang ketika seorang gadis kesusahan lalu muncullah bidadari cantik yang dalam sekejab mampu mengiyakan apa yang Ia inginkan. Aku tidak punya peri. Tidak ada peri. Karena hidup bukanlah dongeng. Aku tidak hidup dalam Dongeng.

Untuk bisa menjadi apa yang ku inginkan, sepertinya aku harus berusaha sendiri. Untuk bisa merealistiskan mimpiku pun, siapa lagi yang harus berjuang kalau bukan aku? Mana mungkin aku yang bermimpi, lalu hanya ongkang-ongkang kaki, sementara ku suruh orang lain yang mewujudkannya. Tentulah menyalahi aturan. Aku yang punya mimpi, aku juga yang harus membuatnya menjadi nyata, tentu begitu kan? Hah, mewujudkan mimpi memang tidak segampang saat aku merancangnya. Sudah banyak mimpi yang tertumpuk, tapi banyak pula yang belum bisa ku selesaikan dengan baik.


Akan jadi apa saya nanti?
Lebih sulit ku jawab jika dibanding pertanyaan yang kerap Ayah dan Ibuku lomtarkan ketika aku kecil dulu, "Nanti kalo udah gede pengen jadi apa?". Dulu sih, rasanya mudah sekali menjawabnya, aku dengan cepat pasti akan menjawabnya tanpa ragu-ragu. Masih ku ingat jawaban-jawaban yang pernah ku ucapkan dengan polosnya dulu, seperti kebanyakan anak kecil lainnya, "Ica pengen jadi dokter saja, biar bisa nyembuhin ayah ibu kalo sakit" atau "Ica kepengen jadi arsitek, Yah! Biar bisa bangun rumah keren untuk ayah dan ibu" atau "Mau jadi guru ngaji saja, biar seperti ustadjah itu, punya suara bagus yang bisa membuat orang lain tenang saat mendengarkannya, biar jadi kesayangan Tuhan, Yah!" atau "Ica pengen jadi orang kaya sejagat raya! Biar bisa beliin mobil kayak yang ayah sering ayah liat di majalah itu, biar bisa beliin baju-baju bagus untuk Ibu biar makin keliatan cantiknya,hehe."

Gurat tawa seketika muncul di wajahku ketika aku kembali mengingatnya. Kalau saja aku bisa menjawabnya semudah itu sekarang.

Ya, memang tidak mudah. Jujur saja, aku pun bahkan masih bingung mau melangkahkan arah kemana. rasanya banyak sekali simpangan dan cabang yang harus ku lalui. Sampai-sampai aku merasa jalan yang ku lalui kini tidak sesuai dengan perancangan mimpiku. Kuliahku, tentang bagaimana kesulitannya aku menerima dan memahami butir-butir materi mata kuliah yang kini sedang ku jalani, apapun tak ku mengerti, betapa mirisnya menjadi mahasiswa salah jurusan.

Teknik informatika bukan sepenuhnya jiwaku, dan itu baru ku sadari sekarang. Lemah di matematika semakin membuatku tidak nyaman dengan angka-angka yang setiap harinya terus di perbincangkan dalam kelas. Sejujurnya, ingin sekali pindah jurusan. Tapi bagaimana mungkin, ini sudah pilihan, aku harus bisa mempertanggung jawabkan apa yang sudah ku pilih. Begitu kan? Iya.

Aku tidak ingin jadi anak yang mengecewakan kedua orangtuaku, apalagi Ayah. Bisa ku perkirakan betapa besarnya Ayah berharap banyak padaku. Aku tidak ingin menjadi anak perempuan Ayah yang tidak berguna.Ya tuhan, aku akan lebih banyak berusaha dibarengi do'a yang tidak ingin ku hentikan. Semoga berkah-Mu memihakku. Semoga suatu hari nanti, aku bisa mengukir senyum pertanda kebahagiaan di wajah senja orang tuaku. Amin.



Jumat, 01 Februari 2013

Cinta Sejati

"Bu, menurut Ibu cinta sejati itu apa sih? " Tanyaku suatu hari saat sedang bercengkerama dengan beliau di ujung telepon.

"Haha ngapain nanya begini? Nanti juga akan kakak rasakan sendiri".

"Nggak papa, Bu. Cuma pengen tau aja. Sampai sekarang belum pernah tuh kakak ngerasa nemuin orang yang benar-benar tulus. Dalam omongan sih sering diyakinkan begitu, tapi dalam perbuatan? Kayaknya masih meragukan. Atau, cinta sejati itu hanya sebatas kata dalam teori aja, Bu?"

"Ada, siapa bilang gak ada. Cinta sejati itu pasti ada, Kak. Sekarang gini, kakak punya pacar kan? Kalian gak akan pacaran kalau enggak sama-sama saling merasakan cinta. Sedikit banyaknya pacarmu pasti menyayangimu, begitu pun sebaliknya. Cinta itu sepaket perhatian dan ketulusan, nak. Jika masing-masing kekurangan diri kalian sudah saling terlihat dan kalian tetap saling menemani dengan baik, berarti kalian sudah mengalami proses pensejatian cinta. Ya seperti itulah cinta sejati, memahami dan saling menemani kekurangan masing-masing pasangan".

"Oh yaya, gitu ya Bu. Jadi, cinta sejati itu kayak Ibu dan Ayah, juga kan?".

"Hehe, Insya Allah begitu" Jawab beliau dengan kekeh renyah yang terdengar bijaksana di ujung telepon.